Senin, 22 April 2013

Magma

Magma adalah suatu lelhan silikat bersuhu tinggi berada didalam litosfir,yang terdiri dari ion-ion yang bergerak bebas,hablur yang mengapung didalamnya,serta mengandung sejumlah bahan berwujud gas yang terdapat dibawah permukaan bumi dengan suhu 900o 1200o C.
Magma mengandung gas-gas terlarut. Gas-gas yang terlarut di dalam cairan magma itu akan lepas dan membentuk fase tersendiri ketika magma naik ke permukaan bumi. Analoginya sama seperti gas yang terlarut di dalam minuman ringan berkaborasi di dalam botol dengan tekanan tinggi. Ketika, tutup botol dibuka, tekanan turun dan gas terlepas membentuk fase tersendiri yang kita lihat dalam bentuk gelembung-gelembung gas. Juga sering kita lihat ketika pemberian meali bagi para pemenang balap kenderaan. Kepada mereka diberikan minuman di dalam botol dan kemudian mereka mengkocok-kocok botol tersebut sebelum membuka tutupnya. Kemudian, ketika tutup botol yang telah dikocok itu dibuka, maka tersemburlah isi botol tersebut keluar. Demikian pula halnya dengan magma ketika keluar dari dalam bumi. Kandungan gas di dalam magma ini akan mempengaruhi sifat erupsi dari magma bila keluar ke permukaan bumi.
Viskositas adalah kekentalan atau kecenderungan untuk tidak mengalir. Cairan dengan viskositas tinggi akan lebih rendah kecenderungannya untuk mengalir daripada cairan dengan viskositas rendah. Demikian pula halnya dengan magma. Viskositas magma ditentukan oleh kandungan SiO2 dan temperatur magma. Makin tinggi kandungan SiO2 maka makin rendah viskositasnya atau makin kental. Sebaliknya, makin tinggi temperaturnya, makin rendah viskositasnya. Jadi, magma basaltik lebih mudah mengalir daripada magma andesitik atau riolitik. Demikian pula, magma andesitik lebih mudah mengalir drripada magma riolitik.
Tipe magma :
a.Berdasar kandungan silika
a.Magma Asam /Rhyolitic(>66%)
sebagai akibat dari perbenturan antara dua lempeng litosfir,dimana salah satu dari lempeng yang berinteraksi itu menunjam dan menyusup kedalam astenosfir (konvergen,subduksi).
b.Magma Menengah/Andesitic (45 – 52 %)
c.Magma Basa/Basaltic (<45%)
berasal dari astenosfir,atau di daerah-daerah yan mengalami gejala regangan yang dilanjutkan dengan pemisahan litosfer (divergen).
b. Berdasar berat oksida
1.Magma Asam,
mengandung silikat dan natrium oksida
2.Magma Basa,
Mengandung aluminium oksida, magnesium oksida, kalsium oksida dan timah oksida
Klasifikasi tipe magma lainnya :
1. Berdasarkan kandungan gas
Rendah,menengah,tinggi.
2. Hipomagma : bersifat jenuh gas atau banyak mengandung gelembung gas (undersaturated) dan dapat terbentuk pada tekanan yang besar Rendah,menengah,tinggi.
3. Piromagma : jenuh gas atau banyak mengandung gelembung gas sehingga memberikan kenampakan membusa
4. Epimagma : miskin gas sehingga dapat disamakan dengan lava yang belum dierupsikan
5. Berdasarkan Genesa Peleburan magma,interaksi antar lempeng.
6. Magma hybrid : Dimana melalui proses hibridisasi dua jenis magma yang terpisah (unrelated) bercampur membentuk magma baru
7. Magma sintetik : Magma yang komposisinya berubah karena proses asimilasi.Proses pembentukan magma sintetik disebut sinteksis, dimana magma sintetik dapat merupakan akibat lanjut dari pelarutan batuan asing (umumnya sedimen) yang selain melebur juga mengubah komposisi magma.
Rangkuman Sifat-sifat Magma
Tipe Magma/Batuan Beku yang dihasilkan/Komposisi Kimia/Temperatur/Viskositas Kandungan Gas
Basaltik/Basalt 45-55 SiO2 %,/kandungan Fe, Mg, dan Ca tinggi,/kandungan K, dan Na rendah,/1000 – 1200oC,/Rendah Rendah
Andesitik/Andesit 55-65 SiO2 %,/kandungan Fe, Mg, Ca, Na, dan K menengah./800 – 1000oC/Menengah Menengah
Rhyolitik/Rhyolit 65-75 SiO2 %,/kandungan Fe, Mg, dan Ca rendah,/kandungan K, dan Na tinggi./650 – 800oC/Tinggi Tinggi

Klasifikasi Embry & Klovan (1971)

Klasifikasi Embry & Klovan (1971)
Batuan sedimen yang diklasifikasikan oleh Embry & Klovan pada tahun 1971 adalah batuan sedimen karbonat, yaitu batuan sedimen dengan komposisi yang dominan (lebih dari 50%) terdiri dari mineral karbonat, meliputi batugamping dan dolomit. Batuan karbonat adalah batuan denga tekstur yang beraneka ragam, struktur serta fosil. Hal tersebut dapat menginformasikan beberapa hal penting mengenai lingkungan laut purba, kondisi paleoekologi, serta evolusi bentuk dari organisme laut.
Dalam klasifikasi batuan karbonat yang dilakukan oleh Embry & Klovan, tekstur batuan yang terbentuk saat pengendapanlah yang menjadi dasar pengklasifikasian. Namun perlu diketahui bahwa sebelum Embry & Klovan mengklasifikasikan batuan karbonat, Dunham pada tahun 1962 dan Folk pada tahun 1959 dan sebenarnya pengklasifikasian batuan karbonat yang dilakukan oleh Embry & Klovan merupakan pengembangan dari klasifikasi batuan karbonat oleh Dunham (1962). Untuk itu, sebelum membicarakan mengenai Klasifikasi Batuan Karbonat oleh Embry & Klovan, akan terjadi kesalahan jika tidak membicarakan mengenai Klasfikasi Dunham.
Dunham (1962) mengklasifikasikan batuan karbonat berdasarkan pada struktur deposisi dari batugamping. Dasar yang dipakai oleh Dunham dalam menentukan tingkat energi adalah fabrik batuan. Jika batuan memiliki fabrik mud supported dapat diinterpretasikan bahwa batuan ini terbentuk pada energi pengendapan yang relatif kecil karena menurut Dunham, lumpur karbonat hanya terbentuk pada lingkungan yang berarus tenang. Sebaliknya, jika batuaan memiliki fabrik grain supported maka batuan terbentuk pada energi yang cukup tinggi sehingga hanya material-material berukuran besar yang dapat mengendap.
Klasifikasi Dunham ini kemudian dikembangkan oleh Embry & Klovan pada tahun 1971 dengan membagi batugamping menjadi 2 kelompok besar, yaitu autochtonus limestone dan allochtonus limestone berupa batugamping yang komponen-komponen penyusunnya tidak terikat secara organis selama proses deposisi. Sebenarnya Dunham telah menggunakan allohtonus dan autochtonus sebagai dasar klasifikasi, namun Dunham tidak mengklasifikasikannya secara terperinci. Dunham hanya memakainya sebagai dasar pengklasifikasiannya saja antara batugamping yang tidak terikat (packstone, mudstone, wackestone, grainstone) dan terikat (boundstone). Sedangkan Embry & Klovan membagi lagi boundstone menjadi 3 kelompok, yaitu framestone, bindstone, dan bafflestone, berdasarkan atas komponen utama terumbu yang berfungsi sebagai perangkap sedimen. Selain itu juga ditambahkan nama kelompok batuan yang mengandung komponen berukuran lebih dari 2 mm sebanyak 10%. Nama batuannya adalah rudstone dan floatsone.
Penggunaan Klasifikasi Embry & Klovan (1971) Klasifikasi Embry & Klovan (1971) sebenarnya lebih cocok digunakan pada saat pengamatan langsung di lapangan dengan menggunakan lup. Berikut adalah penjelasan penggunaan klasifikasinya :
Perlu diketahui sebelumnya arti atau maksud dari allochtonus dan autochtonus. Allochtonus berarti jika komponen atau material terlihat terikat secara organis tidak selama proses deposisi, sedangkan autochtonus merupakan material-material yang terikat secara organis selama proses deposisi.
a. Allochtonus
Allochtonus berarti jika komponen atau material terlihat terikat secara organis tidak selama proses deposisi. Dan pada batuan mengandung material-material yang berukuran lebih dari 2 mm sebanyak lebih dari 10%, batuan yang bersifat allochtonus oleh Embry & Klovan (1971) dibagi lagi menjadi 2, yaitu :
- Matrix supported
Yaitu jika batuan mengandung material-material yang berukuran lebih dari 2 mm namun masih bersifat matrix supported atau antar butiran fragmen tidak saling bersinggungan. Selanjutnya, nama batuannya adalah Floatsone
- Component supported
Yaitu jika batuan mengandung material-material yang berukuran lebih dari 2 mm lebih dari 10% dan bersifat somponent supported atau antar butiran fragmennya saling bersinggungan. Selanjutnya, nama batuannya adalah Rudstone
b. Autochtonus
Berbeda dengan allochtonus, Autochtonus merupakan material-material yang terikat secara organis selama proses deposisi. Hal ini lebih dikarenakan adanya aktivitas organisme pada saat proses deposisi sedimen yang mengakibatkan material-material terikat dan terkompaksi menjadi batuan.Berdasarkan sifat pengikat batuan oleh aktivitas organisme dibedakan menjadi 3 macam antara lain :
- By organism that acts as baffle
Oleh Embry & Klovan (1971), batuan ini merupakan batuan yang material-materialnya terikat selama proses deposisi oleh perilaku organisme yang berperan sebagai baffle atau bersifat seperti dinding yang mengikat komponen-komponen batuan yang lain. Nama batuannya adalah Bafflestone. Bafflestone adalah tekstur batuan karbonat yang terdiri dari organisme penyusun yang cara hidupnya menadah sedimen yang jatuh pada organisme tersebut. Tekstur ini dijumpai pada daerah dengan energi sedang, batuan ini biasanya terdiri dari kerangka koral yang sedang dalam posisi tumbuh (branching and growth position of coral) dan diselimuti oleh lumpur karbonat.
- By organism that encrust and bind
Batuan ini merupakan batuan yang material-materialnya terikat selama proses deposisi oleh perilaku organisme yang terjebak dan terjepit selama proses deposisi. Nama batuannya adalah Bindstone.Bindstone adalah organisme yang menyusun batuan karbonat dimana cara hidupnya mengikat sedimen yang terakumulasi pada organisme tersebut. Organisme yang seperti ini biasanya hidup dan berkembang di daerah berenergi sedang – tinggi. Batuan ini umumnya terdiri dari kerangka ataupun pecahan-pecahan kerangka organik seperti koral, bryozoa, dll; tetapi telah diikat kembali oleh kerak lapisan-lapisan gamping (encrustion) yang dikeluarkan oleh ganggang merah.
- By organisms that build a rigid framework
Batuan ini merupakan batuan yang material-materialnya terikat selama proses deposisi oleh perilaku organisme yang membentuk kerangka keras atau rigid framework. Oleh Embry & Klovan (1971), nama batuan ini adalah Framestone. Batuan ini tersusun atas organisme-organisme yang hidup pada daerah dengan energi tinggi sehingga tahan terhadap gelombang dan arus. Penyusun batuan ini adalah koral, bryozoa, dan ganggang dalam matriks yang kurang dari 10% atau bahkan tanpa matriks.

Jumat, 19 April 2013

struktur sedimen menurut selley 1970

Struktur
Struktur sedimen merupakan pengertian yang sangat luas, meliputi kelainan dari perlapisan normal termasuk kelainan kofigurasi perlapisan dan/atau juga modifikasi dari perlapisan yang disebabkan proses baik selama pengendapan berlangsung maupun setelah pengendapan berhenti. Studi Struktur paling baik dilakukan di lapangan (Pettijhon, 1975 ). Menurut Selley, 1970, struktur sedimen yang terbentuk dapat dibagi menjadi tiga macam yaitu :
1. Struktur Sedimen Pre-Depositional
Struktur sebelum endapan boleh ditemui di atas lapisan, sebelum lapisan atau endapan yang muda atau baru di endapkan. Ia adalah struktur hasil hakisan seperti terusan (channel), scour marks, flutes, grooves, tool marking dan sebagainya. Struktur ini sangat penting kerena ia juga boleh memberikan arah aliran arus. Struktur ini berkaitan dengan struktur yang dibawahnya, dan ditemui diatas permukaan antar lapisan. Contoh: Grooves, Flutes, Scour Mark, Tool Markings
a.Groove Cast merupakan bentukan parit memanjang pada lapisan batupasir karena pengisian gerusan memanjang memotong pada batulempung.
b.Flute Cast merupakan bentukan sole mark yang menyerupai cekungan memanjang yang melebar ujungnya membentuk jilatan api.
c.Scours Mark merupakan cetakan gerusan yang memotong bidang perlapisan dan laminasi dengan ukuran kecil.
d.Tool Markings merupakan tanda yang dihasilkan oleh pemotongan atau bekas tindakan dari air atau pun udara yang mengalir di atas dasar sungai atau badan sungai.
• Groove Cast
• Flute Cast
• Scour Mark
• Tool Marking
2. Struktur Sedimen Syn-Depositional
Ini merupakan struktur yang terdapat didalam lapisan dan terbentuk sesama sedimen yang terendap. Struktur yang terbentuk semasa proses endapan sedang berlaku termasuk lapisan mendatar (flat bedding), lapisan silang, laminasi, dan laminasi silang yang mikro (micro-crosslamination), iaitu kesan riak. Contoh : Cross Bedding, Graded Bedding, Lamination.
a.Cross Bedding merupakan perlapisan silang ini mirip dengan perlapisan hanya saja antara lapisan satu dengan yang lain membentuk sudut yang jelas. Hal ini dipengaruhi karena perpindahan dune atau gelembur akibat pertambahan material.
b.Graded Bedding merupakan perlapisan gradasi ini memiliki cira adanya perubahan ukuran butir secara gradasi.
c.Struktur Laminasi Struktur ini hampir sama dengan perlapisan namun yang membedakannya adalah jarak perlapisan yang kurang dari 1 cm. Biasanya struktur ini diakibatkan oleh proses diagenesis sediment yang cepat dengan media pengendapan yang tenang.
• Cross Bedding
• Graded Bedding
• Laminasi
3. Struktur Sedimen Post-Depositional
Terbentuk setelah terjadi pengendapan sedimen, yang umumnya berhubungan dengan proses deformasi Contoh: Slump, Load Cast, Flame Structure
a.Slump terbentuk karena ada luncuran pada lapisan batuan namun berupa bidang lengkung.
b.Load Cast struktur ini terbentuk karena adanya pembebanan material suatu lapisan terhadap lapisan lainnya sehingga membentuk lengkungan ke bawah.
c.Flame Struktur merupakan bentukan seperti api yang di akibatkan lapisan di atasnya lebih berat dan lapisan yang di bawahnya tertarik ke atas.
• Slump
• Load Cast
• Flame Struktur
Faktor-faktor yang mempengaruhi kenampakan adanya struktur perlapisan adalah :
• Adanya perbedaan warna mineral.
• Adanya perbedaan ukuran besar butir.
• Adanya perbedaan komposisi mineral.
• Adanya perubahan macam batuan.
• Adanya perubahan struktur sedimen
• Adanya perubahan kekompakan